Minggu, 19 September 2010

Default Peredaran Gelap Narkotika dan HIV dan AIDS



1. Umum
Narkoba (narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya atau dengan kata lain NAPZA) merupakan masalah global yang dapat merusak dan mengancam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Maraknya distribusi dan konsumsi narkoba menjadikan Indonesia semakin terpuruk. Apalagi peningkatan kasus narkoba ini berimbas pada menyebarnya HIV dan AIDS. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif atau biasa disebut narkoba seolah-olah tidak bisa lepas dari HIV dan AIDS. Itu salah satu akibat dari penyalahgunaan narkoba, belum akibat yang lainnya, seperti ketagihan, keracunan, dan ketergantungan (baik mental maupun fisik), yang pada akhirnya menyebabkan kematian.

Perkembangan perederan gelap narkoba pada saat ini sudah sampai pada tingkat yang sangat memprihatinkan. Berdasarkan data yang ada pada Badan Narkotika Nasional (BNN), tercatat bahwa masalah penyalahgunaan narkoba di tanah air telah merambah sebagian besar kelompok usia produktif yakni yang masih berstatus pelajar atau mahasiswa. Narkoba bukan saja problem bagi anak-anak dari keluarga broken home, namun kini sudah merambah pada semua elemen masyarakat, bahkan digunakan pula oleh anak-anak yang berasal dari keluarga harmonis dan mampu. Penyebabnya bukan lagi sebagai akibat pelarian dari masalah, melainkan justru cenderung sebagai media rekreasi atau hiburan yang dianggap sebagai lambang kemajuan dalam pergaulan. Realitas tersebut patut menjadi perhatian kita semua.

Permasalahan penyalahgunaan dan perederan gelap narkoba adalah berlakunya hukum pasar yang ironisnya barang yang diperjualbelikan adalah barang haram yang bersifat merusak hidup pembeli/penggunanya.
Hal ini terkait dengan permintaan (demand) dimana semakin besar demand, maka akan meningkatkan pasokan narkoba baik berupa produksi maupun perdagangan atau peredaran gelap narkoba. Dalam RPJM disebutkan bahwa peredaran dan penyalahgunaan narkoba merupakan ancaman serius bagi kelangsungan hidup bangsa. Sebagian besar yaitu sekitar 90 persen dari 2 (dua) juta pecandu narkoba adalah generasi muda. Dampak dari masalah peredaran dan penyalahgunaan narkoba mencakup dimensi kesehatan baik jasmani dan mental, dimensi ekonomi dengan meningkatnya biaya kesehatan, dimensi sosial dengan meningkatnya gangguan keamanan dan ketertiban, serta dimensi kultural dengan rusaknya tatanan perikaku dan norma masyarakat secara keseluruhan.

Upaya pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba telah banyak dilakukan, baik oleh pemerintah dan instansi terkait maupun potensi masyarakat atau LSM atau organisasi kemasyarakatan yang bergerak dan peduli terhadap ancaman bahaya narkoba. Harus diingat bahwa sekarang ini Indonesia tidak lagi sebagai daerah transit, melainkan telah menjadi konsumen, negara produsen, dan pengekspor narkoba. Untuk menghalau masalah tersebut, pencegahan secara komprehensif dan integral perlu dilakukan dengan melakukan koordinasi antarinstansi pemerintah dan pengerahan tokoh masyarakat yang dilaksanakan secara terpadu dan bersinergi.

2. Pencegahan dan Pemberantasan Narkoba
Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan narkoba, telah diatur dalam beberapa undang-undang dan peraturan perundang-undangan, yakni:
1.Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika;
2.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika;
3.Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol yang Mengubahnya;
4.Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1996 tentang Pengesahan Konvensi on Psychotropic Substances 1971;
5.Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988;
6.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 688/Menkes/Per/ VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika.
Penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah muncul sejak tahun 1968 dan meluasnya jalur peredaran narkoba di dunia juga tidak terlepas dari dampak globalisasi yang memicu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang transportasi dan komunikasi yang menjadikan dunia tanpa batas, sehingga memudahkan terjadinya penyelundupan ke negara lain termasuk Indonesia. Demikian juga letak geografis Indonesia yang sangat strategis merupakan daya tarik tersendiri bagi sindikat Narkoba untuk menembangkan jalur peredarannya, sehingga mengubah posisi Indonesia yang pada awalnya hanya sebagai tempat transit namun kemudian berkembang menjadi salah satu daerah tujuan peredaran, bahkan dewasa ini sudah mampu memproduksi, meracik, atau mengolah sendiri.

Upaya penanggulangan masalah narkoba sudah dilaksanakan semenjak munculnya masalah tersebut bahkan bahaya penyalahgunaan narkoba telah ditetapkan sebagai ancaman nasional karena dapat mempengaruhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang transportasi dan komunikasi sebagai dampak dari globalisasi, telah mendorong meningkatkan teknik dan taktik serta proses penyebaran penyalahgunaan narkoba di Indonesia, sehingga korban dan pelaku penyalahgunaan narkoba telah berkembang hampir ke seluruh lapisan masyarakat. Dampak penyalahgunaan narkoba bukan hanya berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan psikis dari individu pengguna saja, tetapi telah berkembang menjadi ancaman terhadap ketahanan nasional.

Masyarakat dunia khususnya bangsa Indonesia, saat ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat semakin maraknya penggunaan narkoba, kekhawatiran ini semakin dipertajam akibat meluasnya peredaran narkoba di kalangan generasi muda. Selain itu Indonesia yang beberapa waktu lalu menjadi tempat transit dan pasar bagi peredaran narkoba, saat ini sudah berkembang menjadi produsen narkoba.
Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap ketahahan masyarakat dan kehidupan bangsa dan negara khususnya generasi muda, karena generasi muda adalah penerus cita-cita bangsa dan negara pada masa mendatang. Oleh karena itu, semua potensi bangsa harus serius mencurahkan perhatian untuk berpartisipasi aktif dalam penanggulangan penyalahgunaan narkoba demi kelangsungan hidup bangsa Indonesia.

Penyalahgunaan narkoba di Indonesia akhir-akhir ini telah menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya. Pernyataan perang terhadap narkoba telah diupayakan pemerintah dengan melibatkan unsur masyarakat, perangkat hukum telah dibuat untuk menangkap para pelaku, baik pemakai, pengedar dan juga pengguna narkoba. Namun belum memperoleh hasil yang maksimal sesuai dengan harapan masyarakat.

Pada tahun 2001 รข€“ 2007 (belum terhitung sampai 2008), berdasarkan data yang ada menunjukkan bahwa (data matriks terlampir):
1.Jumlah penyalahguna sebesar 1,5% dari populasi (3,2 jt orang), dengan kisaran 2,9 sampai 3,6 jt orang, terdiri dr : 69% kelompok teratur pakai & 31% kelompok pecandu.
2.Dari kelompok teratur pakai terdiri dari: Penyalahguna ganja (71%), Shabu (50%), Ekstasi (42%), Penenang (22%)
3.Dari kelompok pecandu terdiri dari: Penyalahguna ganja (75%), Heroin/putaw (62%), Shabu (57%), Ekstasi (34%), Penenang (25%).
4.Biaya ekonomi & sosial penyalah-gunaan narkoba yg terjadi diperkirakan sebesar Rp 23,6 triliun.
5.Penyalahguna IDU sebesar 56% (572 ribu orang) dengan kisaran 515 sampai 630 ribu orang.
6.Biaya ekonomi terbesar adalah untuk pembelian/konsumsi narkoba yaitu sebesar Rp 11,3 triliun.
7.Angka kematian pecandu 1,5% per thn (15 ribu orang mati/thn).
Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba merupakan masalah yang kompleks dan multidimensional, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Perkembangannya pada saat ini sudah sampai pada tingkat yang sangat memprihatinkan.

Berdasarkan data yang ada pada BNN, tercatat bahwa masalah penyalahgunaan narkoba di tanah air telah merambah pada sebagian besar kelompok usia produktif yakni yang masih berstatus pelajar maupun mahasiswa. Hasil survei BNN dan UI Tahun 2005 menyebutkan bahwa setiap hari 40 orang Indonesia meninggal karena narkoba, 3,2 juta orang atau 1,5% penduduk Indonesia menjadi pengguna dan penyalahguna narkoba.

Pencegahan dan pemberantasan narkoba dilaksanakan masih sangat sektoral tidak dan kurang transparan, bahkan terkesan kurang koordinasi antaraparat atau antarinstansi terkait. Ego sektoral masih sangat mengemuka bahkan eksklusif, misalnya antara Badan Pengawasan Obat & Makanan dan Depkes serta Polri.

Dengan dibentuknya BNN diharapkan dapat mengatasi masalah narkoba, namun BNN ternyata tidak memiliki organisasi yang operasional dari tingkat pusat sampai ke tingkat wilayah dan antara BNN, BNP (Provinsi) dan BNK (Kabupaten) tidak ada rantai komando.

Selain masalah koordinasi, mata anggaran untuk pencegahan dan pemberantasan narkoba belum memenuhi kebutuhan untuk mampu mengungkap jaringan sampai ke persidangan, padahal pencegahan dan pemberantasan narkoba dibutuhkan anggaran yang sangat tinggi. Penegakan hukum dilakukan melalui operasi rutin ataupun operasi khusus dengan hasil belum optimal karena kemampuan profesionalisme aparat penegak hukum masih lemah. Di samping itu, sarana dan prasarana yang mendukung penegakan hukum belum memadai sehingga sistem hukum belum berjalan sebagaimana mestinya.

3. Partisipasi Masyarakat dan Koordinasi Antarinstansi
Peredaran dan penyalahgunaan narkoba saat ini telah berada dalam situasi yang mencemaskan, dikarenakan peredarannya sudah mencapai ke lapisan masyarakat kalangan bawah, baik yang berada di kota besar maupun kecil, dan pelakunya juga mencakup semua golongan masyarakat. Oleh sebab itu, pemahaman dan pengetahuan masyarakat akan bahaya narkoba harus ditingkatkan juga sehingga pemahaman tersebut dapat meningkatkan ketahanan pribadi yang menjadi penangkal terhadap meluasnya peredaran dan penyalah-gunaan narkoba. Di samping itu, partisipasi aktif masyarakat dalam upaya penanggulangan penyalah-gunaan Narkoba merupakan aspek yang sangat penting dalam menyelamatkan generasi muda dari bahaya kehancuran, demi kelangsungan hidup bangsa Indonesia.

Berkaitan dengan itu, salah satu upaya yang dipandang strategis adalah melalui kegiatan penyebarluasan informasi tentang bahaya penyalahgunaan narkoba sehingga masyarakat akan mampu membentengi diri untuk tidak menjadi korban ataupun pelaku penyalahgunaan narkoba itu sendiri dengan tidak mengkonsumsi narkoba ataupun mengambil keuntungan dari peredaran gelap narkoba. Dalam pemberantasan narkoba masyarakat dapat berperan sebagai mitra kerja aparat penegak hukum dengan memberikan informasi seluas-luasnya tentang penyalahgunaan dan peredaran narkoba, dengan demilian di Indonesia akhir-akhir ini telah menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.

Pernyataan perang terhadap narkoba telah diupayakan pemerintah dengan melibatkan unsur masyarakat, di samping perangkat hukum yang telah dibuat untuk menangkap para pelaku, baik pengedar maupun pengguna atau pemakai narkoba. Namun demikian, upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang maksimal sesuai dengan harapan masyarakat.

Berkaitan dengan hal-hal tersebut, beberapa hal yang merupakan kondisi yang diharapkan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba, yakni:

a.Meningkatnya Efektifitas Penegakan Hukum
Peningkatan efektifitas penegakan hukum dapat dilakukan melalui peningkatan intensitas operasi rutin ataupun operasi khusus penanggulangan kejahatan penyalahgunaan narkoba. Di samping itu, peningkatan kemampuan profesionalisme aparat penegak hukum serta ketersediaan sarana dan prasarana pendukung merupakan hal yang harus dilakukan agar upaya pemberantasan penyalah-gunaan narkoba tersebut menjadi efektif.
Peningkatan kapasitas dan kemampuan aparat penegak hukum akan berdampak pada peningkatan profesionalisme mereka dalam mengungkap dan memutus jaringan dan sindikat Narkoba secara tuntas.
Disamping itu, peningkatan etika dan juga mental serta moral aparat penegak hukum merupakan faktor yang dapat membentengi diri penegak hukum tersebut dari berbagai tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta menghindarkan mereka dari keinginan untuk menyalah-gunakan kewenangannya di dalam proses penegakan hukum tersebut.
Peningkatan profesionalisme aparat penegak hukum tersebut akan dapat memperbaiki sikap aparat penegak hukum dalam menanggapi dan responsif terhadap kejahatan penyalah-gunaan narkoba, dan dengan sendirinya akan menghapus kesan bahwa aparat penegak hukum sering membeda-bedakan didalam pelayanan terhadap masyarakat, termasuk kejahatan penyalah-gunaan narkoba.

b.Kemauan Pemerintah dan Kepedulian Masyarakat yang Optimal
Persoalan penyalahgunaan narkoba hendaknya tidak dilihat sebagai tanggung jawab pemerintah saja, tetapi menjadi tanggung jawab bersama seluruh bangsa. Dengan demikian, upaya pencegahan dan pemberantasan penyalah-gunaan narkoba tersebut perlu mendapatkan dukungan yang optimal dan serius dari pemerintah dalam kaitannya dengan penegakan hukumnya. Sejalan dengan itu, diperlukan penguatan dibidang legislasi yang diharapkan mampu memberikan deterrent effect (efek jera) bagi para pemakai dan bahkan bandar dan pengedar narkoba. Disamping kemauan pemerintah tersebut, kepedulian dan peran aktif masyarakat (tokoh informal, tokoh agama, LSM) melalui pendekatan non hukum, merupakan hal yang mutlak diperlukan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba.

c.Koordinasi Antarinstansi yang Efektif
Untuk meningkatkan efektifitas penegakan hukum dalam kaitannya dengan upaya upaya pencegahan dan pemberantasan penyalah-gunaan narkoba, maka optimalisasi kooordinasi antar insatansi terkait dalam penanggulangan penyalah-gunaan narkoba (seperti : BNN, BND, BNK, Pemda, Kejaksaan, Polri dan instansi lainnya) merupakan prasyarat penting bagi pencapaian tujuan penanggulangan penyalah-gunaan narkoba tersebut. Koordinasi terpadu yang komprehensif dan integral yang melibatkan instansi terkait dalam hal ini BNN, BND, BNK, Pemda, Kejaksaan, Polri, dan lapisan masyarakat seharusnya dilakukan sejak tahapan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai dengan pengendalian upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan penyalahgunaan narkoba.

4.HIV dan AIDS
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif atau biasa disebut narkoba seolah-olah tidak bisa lepas dari HIV dan AIDS (human immunodeficiency virus / acquired immune deficiency syndrome). Indonesia, terkait dengan penyakit yang berkembang saat ini, menghadapi emerging diseases seperti demam berdarah dengue (DBD), HIV dan AIDS, chikunguya, Severe Acute Respiratory Syndrom (SARS). Dengan demikian telah terjadi transisi epidemiologi sehingga Indonesia menghadapi beban ganda pada waktu yang bersamaan (double burdens). Terjadinya beban ganda yang disertai dengan meningkatnya jumlah penduduk, serta perubahan struktur umur penduduk yang ditandai dengan meningkatnya penduduk usia produktif dan usia lanjut, akan berpengaruh terhadap jumlah dan jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat di masa datang. Kecenderungan meningkatnya jumlah penderita HIV dan AIDS dan penderita penyalahgunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif (NAPZA) Penderita AIDS pada tahun 2004 tercatat sebanyak 2.363 orang dan HIV sebanyak 3.338 orang, sedangkan penderita akibat penyalahgunaan NAPZA meningkat dari sekitar 44,5 ribu orang (2002) menjadi 52,5 ribu orang (2003).

Terinfeksi HIV adalah hal yang masih asing. Kebanyakan orang tidak begitu tahu tentang HIV dan takut terhadap virus tersebut. Sebagian orang berpikir bahwa hidup dekat dengan seseorang yang hidup dengan HIV akan tertular penyakit ini. Kawan-kawan dan keluarga mungkin mengasingkan seseorang yang hidup dengan HIV. Rekan kerja mungkin tidak ingin bekerja dengan seseorang yang hidup dengan HIV. Walaupun HIV sulit ditularkan melalui kontak biasa, namun banyak orang tidak mengetahuinya dan menghindari kontak dengan siapa saja yang terinfeksi HIV.

Lebih dari 300 juta orang melintasi perbatasan-perbatas an internasional setiap tahun. Perubahan-perubahan dalam transportasi memudahkan bagi HIV untuk menyebar. Seseorang yang terinfeksi virus ini dapat saja melakukan perjalanan dari London ke sebuah desa kecil di Asia dalam waktu satu hari. Jika dia melakukan hubungan seks yang tidak aman dengan seseorang di desa itu, HIV dapat menyebar ke negara lain akibat perbuatannya itu. Hal yang sama terjadi jika seseorang dari sebuah desa berkunjung ke kota, kemudian tertular, dan pulang ke rumah akan menularkannya. Inilah cara virus itu bergerak. Ia menyebar dari orang ke orang, desa ke desa, kota ke kota. Bagi virus seperti HIV tidak ada batasan yang ia kenal. Ke mana orang bergerak, HIV bergerak. Dalam kelompok tertentu pengguna HAPZA, juga sangat mudah menularkan HIV melalui jarum suntiknya. Kelompok ini sudah barang tentu akan berpindah ke kelompok pengguna HAPZA lainnya. Perilaku ini memungkinkan HIV untuk menyebar lebih cepat dalam kelompok-kelompok ini. Jadi, meskipun HIV hanya dapat disebarkan dengan cara-cara spesifik, proporsi mereka yang terinfeksi HIV dengan cara khusus akan berubah bergantung pada komunitas.

Melihat keadaan di atas, pemerintah segera menentukan suatu kebijakan untuk mengurangi bahaya atau kerugian yang akan berkembang melalui pembentukan peraturan perundang-undangan, dalam hal ini membentuk peraturan baru atau mengubah peraturan yang sudah ada. Pada saat ini, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika diubah atau diperbaharui dan sedang dibahas di DPR-RI. Kesempatan yang paling baik adalah mengajukan usulan ke dalam RUU tersebut suatu klausula atau ketentuan untuk mengurangi penyebaran HIV dan AIDS. Wacana untuk menyediakan alat suntik steril bagi pecandu narkotika berkembang pro dan kontra dan hal ini harus disikapi secara arif bahwa pengaturan dimaksudkan bukan untuk melegalisasi sesuatu yang dilarang. Namun demikian yang perlu diperhatikan adalah bahwa penegakan hukum harus tetap berjalan dan pengawasan terhadap penggunaan juga dapat berjalan sesuai dengan rambu-rambu yang ditentukan, beserta pengecualiannya.

5.RUU Narkotika
Pembentukan RUU Narkotika telah dipersiapkan oleh Pemerintah, dalam hal ini dipersiapkan oleh Departemen Hukum dan HAM dan Departemen Kesehatan dan telah dibahas secara antardepartemen serta selesai pembentukannya pada tahun 2005. Dengan Surat Presiden kepada Pimpinan DPR, Nomor R.75/Pres/9/ 2005 tanggal 22 September 2005, RUU tersebut disampaikan kepada DPR untuk dibahas bersama.

Dalam perjalanannya, RUU tersebut mengalami hambatan karena adanya perbedaan pandangan di tingkat pembasan di DPR, apakah substansi RUU akan mengatur mengenai penyalahgunaan narktoika saja dan sekaligus digabung dengan penyalahgunaan psikotropika sebagai tindak pidana khusus, layaknya pengaturan seperti pemberantasan tindak pidana korupsi, terorisme, pencucian uang, atau perdagangan orang. Di tingkat fraksi-fraksi, hal ini menjadi permasalahan serius karena adanya perbedaan pandangan mengenai pengaturan (substansi) dan masalah prosedur (terkait dengan Prolegnas). Mengenai masalah ini, telah dilakukan lobby dengan pemerintah, dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Kesehatan, dan hasil lobby telah diputuskan bahwa pembahasan diteruskan dengan tetap mengacu pada RUU Narkotika yang telah disampaikan Presiden kepada Pimpinan DPR, dengan konsekuensi, fraksi-fraksi harus mempersiapkan daftar inventarisasi masalah (DIM) sesuai dengan kebijakan fraksinya.

Pembahasan DIM inilah yang dalam tingkat panja mengalami hambatan karena beberapa fraksi masih belum sepakat seluruhnya mengenai apakah RUU tersebut substansinya mengatur secara lengkap mengenai penyalahgunaan narkotika dan psikotropika (illcit traffick) atau hanya narkotika saja. Pembahasan untuk menentukan ruang lingkup tersebut memakan waktu yang agak lama. Setelah seluruh fraksi sepakat bahwa ruang lingkupnya hanya narkotika, dalam pembahasan selanjutnya disepakati bahwa golongan psikotropika yang dianggap berbahaya diangkat statusnya ke golongan narkotika. Beberapa substansi yang dianggap krusial adalah terkait dengan pengadaan narkotika (dari rancana kebutuhan tahunan sampai ke penyerahan narkotika) untuk jalur legal guna kebutuhan kesehatan.

Pemerintah pada dasarnya mengenai pengadaan ini tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena selama ini dalam praktik tidak ada permasalahan yang menonjol. Dalam pembahasan memang timbul kekhawatiran dari anggota Dewan mengenai praktik pengadaan ini sehingga pembahasannya pun memakan waktu lama.
Substansi RUU yang ditawarkan pemerintah adalah bahwa kejahatan narkotika tidak lagi dilakukan secara perorangan, melainkan melibatkan banyak orang secara bersama-sama, bahkan merupakan suatu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun internasional.

Berdasarkan hal tersebut guna peningkatan upaya preventif dan represif perlu dilakukan pembaharuan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, termasuk peningkatan ancaman hukuman pidana baik dalam bentuk pidana minimal khusus dan maksimal maupun peningkatan pidana denda yang berkaitan dengan kejahatan narkotika dan penyalahgunaan prekursor narkotika serta penguatan kelembagaan yang berkaitan dengan pencegahan penyalahgunaan dan pemberantasan kejahatan narkotika. Di samping itu, dalam peningkatan upaya di bidang kuratif, rehabilitatif, dan promotif terhadap korban penyalahgunaan narkotika, perlu adanya standarisasi upaya rehabilitasi korban penyalahgunaan narkotika baik rehabilitasi medis maupun sosial sehingga upaya tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna.

Dalam rangka upaya penanggulangan kejahatan narkotika dan bahan-bahan lain yang berkaitan dengan narkotika, penguatan kelembagaan yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi pembentukan Badan Narkotika Nasional sebagai lembaga yang mandiri yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden serta pembentukan badan narkotika daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Badan ini diberikan kewenangan yang bersifat koordinatif dalam bidang pengelolaan narkotika dan prekursor narkotika baik dalam tingkat pengadaan (ketersediaan) , produksi, peredaran, dan penggunaan narkotika dan prekursor. Badan tersebut juga diberikan kewenangan operasional dalam bidang pencegahan penyalahgunaan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. Dengan kewenangan yang luas tersebut, Badan Narkotika Nasional mempunyai tugas mengkoordinasikan, mengoperasionalkan, mengendalikan, dan mengawasi seluruh kegiatan pengelolaan narkotika dan prekursor dengan tetap memperhatikan kewenangan, tugas, dan fungsi instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam kaitannya dengan penguatan kelembagaan maka sejalan dengan perubahan struktur organisasi di lingkungan pemerintah, perlu pengaturan peningkatan peran badan yang selama ini mempunyai tugas dan fungsi pengawasan obat dan makanan. Badan ini diberi kewenangan untuk mengawasi narkotika dan zat-zat yang terkait dengan narkotika di jalur resmi sejak tahap produksi termasuk kultivasi, penyediaan, pendaftaran, peredaran atau distribusi sampai dengan penggunaannya melalui resep dokter. Demikian pula apabila terjadi peristiwa atau perbuatan yang berindikasi pidana yang berkaitan dengan narkotika dan zat-zat lain yang terkait dengan narkotika, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Badan tersebut baik di pusat maupun daerah diberikan kewenangan penyidikan dengan tetap di bawah koordinasi Penyidik Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dalam Undang-Undang ini diatur juga tentang peran serta masyarakat dalam usaha pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkotika, termasuk pemberian penghargaan bagi anggota masyarakat yang berjasa dalam upaya pencegahan penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkotika. Penghargaan tersebut juga diberikan bagi anggota masyarakat yang melakukan kegiatan baik dalam bentuk upaya rehabilitatif, preventif, promotif, maupun kuratif bagi para korban penyalahgunaan narkotika. Di samping itu diatur pula ketentuan bahwa aset hasil tindak pidana narkotika dan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana narkotika setelah dirampas untuk negara sebagian dapat digunakan untuk berbagai kegiatan dan kepentingan yang berkaitan dengan pencegahan penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkotika serta upaya rehabilitatif, preventif, promotif, maupun kuratif bagi para korban penyalahgunaan narkotika.

Selain dari substansi di atas, di luar hal-hal yang tidak ditawarkan pemerintah, dapat saja ditambahkan dalam pembahasan di DPR dalam rangka saling melengkapi, termasuk juga menghapus atau mengurangi substansi yang ditawarkan pemerintah. Pemerintah dalam hal ini selalu terbuka untuk menerima kritikan dan perbaikan substansi demi kesempurnaan RUU. Substansi yang belum terakomodasi dalam RUU adalah apakah untuk mengurangi penyebaran HIV dan AIDS perlu juga diatur mengenai penyediaan jarum suntik yang steril bagi pengguna, dengan persyaratan yang ketat. Dipersoalkan juga apakah pengguna juga harus dikenakan sanksi atau dilakukan tindakan (maatregel) dengan menempatkannya dalam rumah sakit atau lembaga tertentu untuk penyembuhan atau rehabilitasi. Bagi pengguna narkotika di bawah umur atau anak-anak, perlu juga diatur secara rinci dengan menentukan dekriminalisasi atau tindakan-tindakan (maatregelen) tertentu demi masa depan anak.

Mengenai kebijakan-kebijakan di atas, sudah barang tentu digantungkan pada pembahasan di DPR, yang mudah-mudahan semua keinginan pemerintah dan rakyat (DPR) mengarah pada satu tujuan yakni memberantas tindak pidana narkotika.

DAMPAK NARKOBA

DAMPAK NARKOBA
April 16, 2008 at 7:30 am (bAhAyA BaNgEt nArKoBa)
Bila narkoba digunakan secara terus menerus atau melebihi takaran yang telah ditentukan akan mengakibatkan ketergantungan. Kecanduan inilah yang akan mengakibatkan gangguan fisik dan psikologis, karena terjadinya kerusakan pada sistem syaraf pusat (SSP) dan organ-organ tubuh seperti jantung, paru-paru, hati dan ginjal.
Dampak penyalahgunaan narkoba pada seseorang sangat tergantung pada jenis narkoba yang dipakai, kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi pemakai. Secara umum, dampak kecanduan narkoba dapat terlihat pada fisik, psikis maupun sosial seseorang.
Dampak Fisik:
1. Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti: kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi
2. Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah
3. Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses), alergi, eksim
4. Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru
5. Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur
6. Dampak terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan padaendokrin, seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi seksual
7. Dampak terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid)
8. Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada obatnya
9. Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi Over Dosis yaitu konsumsi narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis bisa menyebabkan kematian
Dampak Psikis:
1. Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah
2. Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga
3. Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal
4. Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan
5. Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri
Dampak Sosial:
1. Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan
2. Merepotkan dan menjadi beban keluarga
3. Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram
Dampak fisik, psikis dan sosial berhubungan erat. Ketergantungan fisik akan mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat (tidak mengkonsumsi obat pada waktunya) dan dorongan psikologis berupa keinginan sangat kuat untuk mengkonsumsi (bahasa gaulnya sugest). Gejata fisik dan psikologis ini juga berkaitan dengan gejala sosial seperti dorongan untuk membohongi orang tua, mencuri, pemarah, manipulatif, dll.

Alasan Orang Tertarik Narkoba

7 Alasan Orang Tertarik Narkoba
Narkoba biar sudah dikatakan berbahaya secara resmi oleh negara dan masyarakat tetap saja ada yang selalu mencari, atau memperjual belikan. Mungkin bagi kita yang sudah mengerti bahayanya narkoba bakal pikir panjang kenapa masih saja ada orang yang ‘demen’ dengan barang berbahaya tersebut.
Nah, supaya tidak terperosok ke jurang narkoba tadi, ada baiknya kita sering evaluasi diri sendiri. Simak deh alasan-alasan di bawah ini, yang menyebabkan orang menjadi pemakai narkoba. Supaya nantinya, apabila kita punya masalah yang sama bisa memilih jalan keluar lain yang lebih baik.
  1. Memakai karena ingin merasa ‘ada’. Ada kalanya kita merasa bete kalau tidak dianggap atau ditinggal, oleh teman segang atau di pesta misalnya. Perasaan tidak aman ini ingin kita singkirkan. Sayang, jalan yang diambil salah. Perasaan pede yang timbul waktu pakai narkoba itu semu alias palsu. Lebih baik tingkatkan kemampuan atau penampilan diri. Misal ikut les bahasa Inggris biar bisa ngobrol dengan orang bule dan cari suasana baru yang lebih ramah.
  2. Memakai untuk melarikan diri dari masalah atau ingin relaks. Kita sering mendengar orang bilang, “Gue lagi stress nih, gue mau fun sebentar ah!”. Nah, ini dia yang salah. Kalo lagi stress inginnya kita langsung kabur cari suasana lain yang lebih menyenangkan. Masalah tetap ada begitu kita balik lagi. Begitu juga kalo kita berusaha lari dari masalah dengan memakai narkoba. Begitu selesai efek narkobanya, masalah tetap saja ada dan harus diselesaikan pula. Lebih gawat lagi, kondisi otak dan tubuh kita sudah tidak 100% fit untuk menghadapinya.
  3. Memakai karena lagi bosen. Banyak orang memakai narkoba di saat mereka merasa bosan. Bosan dengan keadaan atau dirinya sendiri. Mereka pikir dengan memakai narkoba, suasana bosan akan hilang dengan sendirinya. Justru sebaliknya, setelah pengaruh narkoba hilang, yang timbul adalah perasaan makin frustasi karena melihat kenyataan yang tetap tidak berubah – karena memang belum diubah. Kalau merasa jenuh dengan situasi yang ada, cobalah buat sesuatu yang berbeda dari biasanya, seperti melakukan hobi atau pergi ke tempat yang baru.
  4. Memakai karena media secara nggak langsung masih menganggap narkoba itu keren. Boleh percaya atau tidak, dunia hiburan masih menyiarkan gambaran kalau memakai narkoba itu menarik. Memang betul kalau sekarang makin banyak penyanyi, musisi atau olah ragawan yang digemborkan sudah bertaubat dan iklan anti narkoba juga banyak disiarkan di media. Tapi lihat deh para artis atau model yang sering tampil di media cenderung berfisik kurus sekali. Atau suasana gaul anak-anak muda yang banyak dihiasi dengan pesta tidak karuan. Tidak jarang orang terkena narkoba melalui pesta-pesta macam begitu. Jadi jangan sekali-kali deh tergoda untuk tampil keren karena bujukan media. Pelangi semu itu namanya.
  5. Memakai karena merasa tambah terlihat ‘dewasa’. Nah, ini dia alasan yang salah lagi. Kebanyakan orang yang sudah berpikiran dewasa, terlalu sibuk dengan urusan kehidupannya sendiri sampai tidak terpikir untuk memakai narkoba. Mereka lebih memilih uangnya dipakai untuk keperluan biaya sekolah, makan atau mungkin keperluan rumah. Justru orang yang masih berpikiran pendek saja yang mau menghabiskan uangnya untuk konsumsi narkoba. Tapi kalau pun ada orang yang sudah berumur tua masih menggunakan narkoba, umumnya mereka sedang terkena masalah, macam depresi, frustasi dsb. Jadi bukan karena supaya terlihat dewasa.
  6. Memakai karena ingin memberontak. Banyak juga lho orang yang menjadi pemakai bukan karena kebutuhan dirinya, tapi lebih karena ingin membuat pemberontakan. Biasanya mereka ingin keluar dari norma atau aturan yang diberikan oleh keluarga dan masyarakat umumnya. Mereka pikir dengan mengkonsumsi narkoba akan terdorong untuk berani melakukan tindakan yang melanggar hukum atau sesuai dengan kehendaknya sendiri. Tapi sebenarnya yang terjadi, mereka makin tidak bisa hidup secara mandiri dan bebas lagi, karena sudah tergantung 100% kepada narkoba dan pengaruh candunya itu. Kalau ingin berontak dari pakem yang ada, coba deh cari tempat penyaluran yang baik. Misal nih dengan bermain musik atau klub olah raga. Jadi tenaga yang ada tidak terbuang percuma.
  7. Memakai karena ingin mencoba. Wajar kalau kita punya keinginan untuk mencoba sesuatu yang baru. Kita bisa mengatakan mana yang tepat apabila sudah dicoba terlebih dulu. Begitu logikanya. Tapi sebelum mencoba ada baiknya kita lihat dulu kemungkinan baik buruknya. Kalau kita disuruh mencoba lompat dari atap gedung tanpa peralatan apapun pasti bakalan nolak. Kenapa? Karena sudah tahu akibatnya, badan bisa hancur atau mungkin nyawa juga bisa hilang. Coba deh bereksperimen dengan sesuatu yang lebih ramah, macam main musik, olah raga, ikut lomba atau sekedar mengecat rambut.